Tetangga yang punya bayi
ini sebenarnya kisah tetangga yang baru saja melahirkan, jadi di samping tempatku ada sepasang suami istri yang sudah memiliki anak usianya 9 tahun dan kini mereka baru di karuniai lagi anak kedua. Ceritanya berawal dari keberangkatan sepasang suami istri ini ke rumah sakit pada pagi hari, kami para tetangga ikut mengantar sampai depan rumah saja, tapi aku menangkap kejanggalan yaitu mereka sama sekali tidak membawa peralatan apapun kecuali tas kecil yang di bawa si suami (tas hand bag yang biasa ibu-ibu bawa ke mall atau ke pasar). padahal seingatku kalau orang melahirkan minimal harus bawa baju si ibu untuk berjaga-jaga aja atau setidaknya bawa sepasang baju bayi. saat itu aku hanya berfikir, mungkin bajunya akan di bawakan anggota keluarga yang lain. Ternyata du gaanku salah, karena sore harinya si suami kembali ke rumah untuk mengambil perlengkapan untuk si ibu dan bayinya yang ternyata belum lahir.
setelah itu hampir dua hari aku tidak melihat keluarga kecil ini, hingga suatu malam sudah ku dengar suara tangis bayi yang sangat keras dan lama. Menurutku tangisanya wajar tapi ada sesuatu yang mengganjal, entah apa itu. Hari berikutnya aku belum sempat menengok karena disibukan dengan segudang pekerjaann rumah dan tangisan itu masih terdengar keras, sekarang di tambah dengan sedikit kegaduhan seperti suara ibu tua (mungkin ibunya) yang menenangkan si bayi dan suara si suami yang kadang sedikit emosional menyampaikan pendapatnya kepada si istri. Aku pikir mungkin mereka sedang pada tahap penyesuaian ada bayi.
Sore ini aku berencana menjenguk si tetangga, tapi karena kadonya lupa di bawa papa yang belum pulang kerja akhirnya ku putuskan untuk menjenguknya nanti malam saja. Saat asyik browsing tentang resep cookies tiba-tiba terdengar kegaduhan dari tetangga sebelah yang bersumber dari si suami.
"ma kamu itu harus belajar ngerawat bayi, mandiin, ngurusin, masa ibumu terus yang d suruh ngerawat bayi, itu kan anak kamu, emangnnya bayi itu mau kamu kasihnkan ibu aja hah".
Sontak saat itu aku kaget dengan kata-kata si suami, bukankah sebaiknya si istri tidak mendapatkan perkataan yang menurutku kasar itu, bagaimanapun ia baru melahirkan, ada beberapa hal yang harus di perhatikan tentang kesehatan si istri, baik kesehatan lahirnya atau psikisnya, apalagi ini bukan pertama kalinya mereka memiliki bayi.
Malam menjelang akhirnya aku putuskan untuk segera menjenguk si tetangga ini, aku lihat si istri nampak kelelahan dan lesu, setelah beramah tamah layaknya tamu yang menjenguk kelahiran bayi, aku putuskan untuk memberanikan diri bertanya kenapa si bayi menangis keras dan lama. akhirnya si istri ini mulai cerita bahwa asinya tidak keluar sama sekali dan itu membuatnya tertekan sehingga menggendong bayi saja serasa tidak mampu ia lakukan. Berbagai cara telah ia lakukan agar asinya segera keluar, tapi tetap saja tidak keluar.
Dengan pelan aku sampaikan bahwa ia tidak satu-satunya ibu yang belum bisa langsung menyusui bayinya setelah melahirkan karena aku juga dullu mengalaminya. Aku membutuhkan waktu tiga hari untuk menunggu asi keluar, setelah mendengar ceritaku ia tersenyum sambil berkata :
"ternyata tidak aku saja ya mbak"
Aku segera meyakinkan si istri bahwa yang penting terus berusaha agar asi keluar dengan makan-makanan yang bisa merangsang asi dan multivitamin yang aman untuk ibu menyusui, selain itu aku juga mengatakan sebaiknya si istri jangan terlalu stres, lebih baik rawat bayi sebaik-baiknya karena kondisi psikis ibu sangat mempengaruhi keluarnya asi juga. Ia terlihat lebih tenang daripada saat pertama kami bertemu.
Sepulangnya dari sana aku kembali merenung sambil mendengar tangis bayi si tetangga, kenapa ya saat seperti ini si suami tidak memahami apa yang di butuhkan si istri padahal baby blues mudah menyerang pada ibu yang labil kondisi jiwanya. Harusnya motivasi, cinta, perhatian dan semangat yang harus diberikan kepada si istri buka kata-kata yang menekanya. Aku tahu tujuan si suami mengatakan itu agar si istri lebih mandiri jika di tinggal ibunya (nenek si bayi) kelak, tapi bukankah saat ini ada hal yang lebih pentig dari itu, asi ya harusnya ada prioritas bagi pasangan ini untuk menyelesaikan masalah.
Aku makin khawatir denga kondisi si istri tapi aku tidak bisa intervensi lebih jauh terhdap kebijakan keluarga bahagia itu. Semoga Alloh segera memberi jalan keluar ^_^ semangat ya memperjuangkan asi untuk si kecil :)
setelah itu hampir dua hari aku tidak melihat keluarga kecil ini, hingga suatu malam sudah ku dengar suara tangis bayi yang sangat keras dan lama. Menurutku tangisanya wajar tapi ada sesuatu yang mengganjal, entah apa itu. Hari berikutnya aku belum sempat menengok karena disibukan dengan segudang pekerjaann rumah dan tangisan itu masih terdengar keras, sekarang di tambah dengan sedikit kegaduhan seperti suara ibu tua (mungkin ibunya) yang menenangkan si bayi dan suara si suami yang kadang sedikit emosional menyampaikan pendapatnya kepada si istri. Aku pikir mungkin mereka sedang pada tahap penyesuaian ada bayi.
Sore ini aku berencana menjenguk si tetangga, tapi karena kadonya lupa di bawa papa yang belum pulang kerja akhirnya ku putuskan untuk menjenguknya nanti malam saja. Saat asyik browsing tentang resep cookies tiba-tiba terdengar kegaduhan dari tetangga sebelah yang bersumber dari si suami.
"ma kamu itu harus belajar ngerawat bayi, mandiin, ngurusin, masa ibumu terus yang d suruh ngerawat bayi, itu kan anak kamu, emangnnya bayi itu mau kamu kasihnkan ibu aja hah".
Sontak saat itu aku kaget dengan kata-kata si suami, bukankah sebaiknya si istri tidak mendapatkan perkataan yang menurutku kasar itu, bagaimanapun ia baru melahirkan, ada beberapa hal yang harus di perhatikan tentang kesehatan si istri, baik kesehatan lahirnya atau psikisnya, apalagi ini bukan pertama kalinya mereka memiliki bayi.
Malam menjelang akhirnya aku putuskan untuk segera menjenguk si tetangga ini, aku lihat si istri nampak kelelahan dan lesu, setelah beramah tamah layaknya tamu yang menjenguk kelahiran bayi, aku putuskan untuk memberanikan diri bertanya kenapa si bayi menangis keras dan lama. akhirnya si istri ini mulai cerita bahwa asinya tidak keluar sama sekali dan itu membuatnya tertekan sehingga menggendong bayi saja serasa tidak mampu ia lakukan. Berbagai cara telah ia lakukan agar asinya segera keluar, tapi tetap saja tidak keluar.
Dengan pelan aku sampaikan bahwa ia tidak satu-satunya ibu yang belum bisa langsung menyusui bayinya setelah melahirkan karena aku juga dullu mengalaminya. Aku membutuhkan waktu tiga hari untuk menunggu asi keluar, setelah mendengar ceritaku ia tersenyum sambil berkata :
"ternyata tidak aku saja ya mbak"
Aku segera meyakinkan si istri bahwa yang penting terus berusaha agar asi keluar dengan makan-makanan yang bisa merangsang asi dan multivitamin yang aman untuk ibu menyusui, selain itu aku juga mengatakan sebaiknya si istri jangan terlalu stres, lebih baik rawat bayi sebaik-baiknya karena kondisi psikis ibu sangat mempengaruhi keluarnya asi juga. Ia terlihat lebih tenang daripada saat pertama kami bertemu.
Sepulangnya dari sana aku kembali merenung sambil mendengar tangis bayi si tetangga, kenapa ya saat seperti ini si suami tidak memahami apa yang di butuhkan si istri padahal baby blues mudah menyerang pada ibu yang labil kondisi jiwanya. Harusnya motivasi, cinta, perhatian dan semangat yang harus diberikan kepada si istri buka kata-kata yang menekanya. Aku tahu tujuan si suami mengatakan itu agar si istri lebih mandiri jika di tinggal ibunya (nenek si bayi) kelak, tapi bukankah saat ini ada hal yang lebih pentig dari itu, asi ya harusnya ada prioritas bagi pasangan ini untuk menyelesaikan masalah.
Aku makin khawatir denga kondisi si istri tapi aku tidak bisa intervensi lebih jauh terhdap kebijakan keluarga bahagia itu. Semoga Alloh segera memberi jalan keluar ^_^ semangat ya memperjuangkan asi untuk si kecil :)
Comments
Post a Comment